Entri Populer

Kamis, 01 Desember 2011

BANGKU


“Pukul 8.00, ya….baru pukul 8.00” pikiran ku merasakan beban yang di pikulnya semakin besar setiap kali melihat jam tangan yang melilit kulit coklatku. Aku tahu kenapa pikiranku bertindak di luar normal, sebab jam 8.30 nanti akan ada ujian, dan ujian ini adalah penentuku untuk melanjutkan diri ke arena berikutnya dalam kancah perkuliahan “skripsi”.
Mataku masih saja memandangi jalanan kota Padang ke kampus. Menanti angkot atau bus kota yang melintasi dengan gagahnya dan dengan suara yang terkadang memekakkan telinga. Jalanan sekarang tampak lenggang karena sekarang adalah hari sabtu, dan aktivitas jalanan sepertinya berkurang seperempat dari hari yang biasanya. Tapi sekarang aku tak punya peduli untuk itu. Pikiranku Cuma terkonsentrasi pada satu hal yaitu “bagaimana supaya aku datang di ruangan ujian tanpa terlambat” atau “kalau pun agak terlambat agar di perbolehkan ikut ujian”.
“Ah, sialan” makiku, karena sekarang sudah menunjukkan pukul 8.15, dan bus yang ku tunggu sekarang sedang berhenti dan jalan dengan ogah-ogahan mendekatiku. Ku acungkan jari ku untuk menghentikannya, jikalau dalam kondisi normal (senen-jumat) bus ini takkan ku naiki, namun sekarang kondisi darurat. Karena di belakangnya ku lihat tidak ada lagi bus yang menampakkan dirinya, dan dengan kepasrahan aku memilih bus ini.
Tidak seperti biasanya bus kota ini di tumpangi oleh sedikit orang, seolah orang-orang di daerah ini tidak mau naik bus. Bus ini hanya berisi aku yang duduk sendirian di bangku kedua terakhir dari belakang, dan seorang ibu tua yang membawa sayuran yang duduk di bangku paling depan, dan dia bahkan tidak menoleh ketika aku naik. Selain itu masih ada supir dan keneknya.
Sekarang aku berfokus pada ujian ku. Aku mulai komat-kamit. Mulai mengingat-ingat bagian-bagian pelajaran yang terlintas di benakku. Kilasan-kilasan pelajaran yang di sampaikan Bu Ilni. Walaupun pada waktu itu aku dan kebanyakan mahasiswa laki-laki lainnya hanya menikmati suara lembut dan wajah cantiknya.
Tidak lama setelah itu, aku mendengar bunyi uang recehan yang memecah konsentrasiku pada bu Ilni. “ah, sialan” batinku. “bang, ongkosnya bang” sahut kenek bus kota pada ku yang memandang kearah datangnya bunyi recehan tersebut. “iya, tunggu sebentar” sahut ku ketus sambil mulai menelusuri kantong pundi-pundi yang ada di saku baju.
Aku memasukkan jari agak dalam ke saku baju depanku, dan tak menemukan apa-apa. Lalu ku ganti pada saku celana ku yangdi depan, ku keruk satu-satu saku celana itu dari depan sampai belakang. Dan, tetap saja tak bisa ku temukan uang di saku celanaku. Gila. Ini tidak mungkin, masak aku bisa ketinggalan uang. Bagaimana caranya aku ke kampus. Sebab kalau hari sabtu biasanya bus kampus sedikit dan hanya berangkat jika mahasiswa penuh sesak. Pikiranku mulai meliar, mulai nenerawang pada kejadian-kejadian jelek yang akan datang di depan. Tentang aku yang terlambat ujian plus omelan yang akan mengantarkannya, tentang tidak di perbolehkannya aku melanjutkan ujian, dan tidak di perbolehkannya aku mengambil ujian susulan. Tentang orang tuaku yang begitu mengginginkan anaknya segera tamat dan meraih gelar sarjana. Tentang tangis dan kecewa mereka karena anaknya yang akan memperlama jadwal kuliahnnya satu semester lagi.
“Bang, ada ngak ongkosnya” sahut kenek tersebut setengah membentak sehingga membangunkanku dari lamunan. “iya bang, tunggu sebentar” sahutku “saya periksa tas, saya dulu” kataku sambil membuka resleting tas yang sudah mulai kehilangan warnanya.
“Nanti saya datang lagi” sahutnya sambil geleng-geleng kepala. Aku penuh dengan kecemasan, semua mata pelajaran yang ku coba baying-bayangkan tadi selarang lebur. Hilang entah kemana. Aku mencoba mencari-cari uang di tasku. uangnya tak seberapa, hanyak Rp. 1,500.- namun ini masalah harga diri, masalah sopan santun. Pikirku.
Aku coba lagi membolak-balik buku-buku berantakan di dalam tasku. Ku cari-cari dan sangat berharap seandainya ada uang yang menyelip di lembaran kertas tersebut. Namun tidak ada uang yang ku temukan di sana, yang ada hanya lembar-lembar kertas putih dan tumpukan buku-buku pelajaran. Aku merasakan putus asa. Lebih putus asa dari pada yang sebelumnya.
Keputus asaan ini menyebabkan kekosongan di kepalaku, sesekali ku lihat kenek yang berteriak-teriak di pintu depan bus, dan kemudian ku tundukkan kepalaku. Ada perasaan takut, segan dan  resah yang campur aduk. Aku menundukkan kepalaku sambil kemudian mulai berdoa. Dan memikirkan tindakan-tindakan nekat lainnya seperti langsung loncat dari bus atau memohon-mohon untuk tidak membayar. Ya, semuanya mulai aku pikirkan. Dan ketika itulah mataku menemukan sebuah dompet di bangku ini.
Sebuah dompet kulit yang lumayan bagus. Dompet dengan warna kecoklatan yang terselip di antara dudukan dan sandaran bangku ini. Aku tidak habis piker, apakah ini anugrah yang di berikan Tuhan pada hamba-hambanya atau ini adalah cobaan atau malah malapetaka. Berikutnya yang terjadi adalah, tanganku mulai mengambil dompet tersebut, dan memeriksa isinya. Dan aku sungguh terkejut melihat isinya. Penuh dengan uang Rp. 100.000.- sebanyak 10 buah dan beberapa uang Rp. 10.000.- ku lirik lagi kenek bus ini, tapi dia terlihat cuek dan tidak peduli. Dia lebih mementingkan mencari calon penumpang baru dari pada melihat para penumpang yang ada di bus tersebut.
Aku ingin memberikan dompet ini pada kenek tersebut, tapi takut nanti bahwa mereka akan mengambil isi dari dompet tersebut dan bukannya mengembalikan atau menyerahkannya pada pihak berwajib. Aku merasa sebaiknya aku saja yang menyimnyapannya. Akulah yang berhak untuk memberikannya, bukankah aku yang pertama kali melihatnya dan menemukannya. Dan jika nanti orang yang kehilangan ini memberikan tips, itu adalah hakku. Dan aku berjanji bahwa aku akan memberikannya pada pihak yang berwajib. Ini janji laki-laki, pikirku. Yah, sebaiknya memang aku yang membawanya, pikirku.
“kampus,kampus, perhentian terakhir” sahut kenek dengan nyaring. Aku kemudian memasukkan dompet tersebut ke tasku dan mengambil selembar uang sepuluh ribunya yang ku berikan ke kenek tadi. “kembaliannya ni bang” sahutnya. “tidak perlu, ambil buat kamu saja” sahutku sok. “wah, makasi bang” jawabnya antusias. Kemudian aku pun turun.
Uang sepuluh ribu tadi seharusnya adalah tips ku karena telah menyelamatkan dompet ini pikirku. Ya, cukup berartilah dibandingkan dengan isinya pikirku. Sekarang aku berfikir bagaimana harus ke kampus. Jam sekarang sudah menunjukkan pukul 8.30, “wah, harus cepat-cepat nih” pikirku, kalau tidak aku tidak akan di perbolehkan untuk mengikuti ujian. Aku harus menemukan alternative yang cepat dan nyaman untuk ke kampus. Lalu akuu menaiki taksi yang parker disana, “ke kampus bang, ruang F 35” sahutku pada sopirnya. Aku berfikir apa salahnya ku pakai lagi uang ini, toh nanti akan ku kembalikan kok ke pemiliknya, atau nanti ku serahkan ke pihak yang berwajib saja. Ah, urusan dompet, nanti saja di pikirkan. Sekarang waktunya ujian. Daripada tidak naik semester.

Rabu, 30 November 2011

puisi 4

31. lobang yang menggana di hati itu/kapan akan terobati/ataukah akan menutup sendiri

32. deras hujanlah yang mengingatkanku/pada lebat rambut/halus wajah/tatapan mata hitam/dan panjangnya lentik mata itu/deras hujanlah yang menggambarmu/menatap sendu ke ujung laut/

33. kalianlah darah di kota ini/dan jika kalian marah/jangan pernah membuatnya jadi parah/sebab sama2 kita akan merasakan payah/walau terkadang ku kutuk

34. rindu merambat lambat di kabel-kabel syaraf

35. bacakan aku jampi-jampi/dari kepala kekaki/untuk menenangkan hati/sebab dia ingin menjatihkan diri ke jurang/dan berjanji tidak akan pulang/bacakan aku jampi/dari kepala ke kaki/di hati berhentilah sebentar/tolong tengok apa dia gemetar/bacakan aku jampi/doa penguat hati/

36. seperti mawar mekar dan berduri/begitulah kita memulai segalanya berdua/layaknya mawar yang menua dan layu pada akhirnya/kita juga mengalami dehidrasi kepercayaan/serta saling mengumumkan perpisahan/

37. mungkin memang salah alamat/sebab dia ku titip dulu/setelah lama menanti/dan mungkin saja nantinya tidak akan sampai padamu/sedang dalam hati aku berharap hatiku yang sampai disana/

38. di paket itu/nanti kan ku lampirkan sekuntum bunga mawar palsu/satu cd penuh lagu cinta/dan secarik kertas/mudah-mudahan saja aku tak mengirim kesalah orang/sebab aku baru belajar mengeja nama dan alamatmu/

39. jangan pernah menampar rembulan/sebab suatu saat kau akan datang dengan rindu mendekam/

40. perang hati datang di kelam/rindu siapa yang datang dengan hitam/







Senin, 25 Juli 2011

Tentang motivasi

Setiap kita tentu pernah merasakan suatu keinginan yang kuat akan sesuatu? Kalaupun anda belum, saya sudah pernah. Sangat kuat malah. Dan kalau sudah, ya, bersyukurlah anda. Bersyukur karena anda adalah salah seorang yang bisa mengubah dunia ini. 
Keinginan yang kuat, yang terus saja membuncah,meletup-letup dan  tak muat rasanya di simpan di badan yang hanya sebatang, apalagi di simpan di bilik memori. Tak muat dia, sehingga selalu mencari “ulah” untuk dapat keluar, paling tidak terlaksana sedikit dari apa yang di inginkan tadi. Sedikit saja rasanya cukup. Sudah rileks sedikit dan merasa agak terpuaskan. Hanya itu.
Maslow seperti yang kita tahu mengambarkan hal keyakinan motivasi sebagai kebutuhan-kebutuhan  yang harus dipenuhi secara bertingkat sesuai dengan perkembangan psikologis dan umur manusia itu sendiri. Kalau Maslow membagi lima (5) kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi. Dimana menurut Maslow, manusia pada umumnya akan memenuhi kebutuhan fisiknya terlebih dahulu seperti: makan, minum, pakaian dan kebutuhan biologis lainnya, pokoknya yang berkaitan dengan fisik manusia itu sendiri. Lalu setelah merasakan kebutuhan akan fisiknya terpenuhi maka dia akan meningkatkan kebutuhan tersebut menjadi rasa aman. Sesuatu yang membuat dia merasa aman dan nyaman dari lingkungannya seperti kebutuhan akan rumah yang dapat melindunginya dari hujan dan panas, pokoknya hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan rasa keamanan yang membuat dia merasa terlindungi dari “kejahatan” yang berada di sekitarnya.
Pada tingkatan selanjutnya manusia tersebut akan meningkatkan kebutuhannya untuk rasa kasih sayang. Nah, rasa kasih sayang ini berkaitan dengan orang lain selain dirinya, Dia akan meminta untuk lebih “diperhatikan” agar diberikan rasa kasih sayang yang lagi-lagi “lebih’ dari orang sekitarnya. Dia akan berusaha untuk “menciptakan” rasa kasih sayang pada dirinya yang akan di dapat dari pacar, keluarga, teman, dan masyarakat. Lalu jika ini sudah terpenuhi maka dia akan membutuhkan penghargaan. Penghargaan dalam bentuk prestise, nama baik, status, jabatan, harkat martabat, rasa dipercaya dan bentuk lainnya yang merupakan wujut penghargaan pada seseorang. Dan, jikalau hal ini juga sudah terpenuhi maka dia akan memenuhi kebutuhannya akan aktualisasi diri. Aktualisasi diri atau penuangan kemampuannya dalam berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, kemampuan, kesenian, keterampilan dan lainnya yang merupakan media untuk penuangan segala kemampuannya.
Nah, apa benar seperti yang di katakan oleh Maslow bahwa lima (5) hal tersebutlah yang di tuju oleh manusia?artinya manusia selalu termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya yang lima tersebut?teori maslow ini sudah banyak dan di “pakai” dimana-mana untuk menggambarkan motivasi manusia, dan merupakan sebuah bahan teori baku dalam menganalisa motivasi manusia.
Jikalau menurut pendapat saya, yang tidak membantah teori maslow atau teori motivasi lainnya yang sudah sangat ilmiah, motivasi manusia yang terbesar adalah adanya “hasrat/keinginan/keyakinan/kesadaran/energi” untuk “berubah” menjadi “lebih baik”. Lebih baik untuk siapa? Tentu saja untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, Negara dan dunia.
Kenapa harus menjadi lebih baik? sebab hasil akhir dari motivasi bisa saja menjadi baik dan buruk. Kalau hasil akhir dari motivasi tersebut baik semua, maka pemantauan akan Sehingga untuk mengarahkan hasil motivasi tersebut menjadi sesuatu yang baik maka diperlukan pemberian tekanan dalam bentuk yang positif dan negative sehingga menimbulkan hasrat/keinginan/keyakinan/kesadaran/energy bagi orang tersebut. Walaupun dalam hal ini hasil akhir yang di minta dari proses tekanan tersebut adalah “sesuatu yang lebih baik”. Atau dalam bahasa simplenya adalahSebab, hasrat/keinginan/keyakinan/kesadaran/energi yang negative biasanya akan membawa kearah kesengsaraan. Bisa di dunia, bisa di akhirat. Kesengsaraannya bisa jadi dalam berbagai bentuk kejadian yang bisa terjadi dimana saja, dan kapan saja, bisa cepat bisa lambat. Oleh karena itu saya tidak mengkategorikannya sebagai motivasi. Motivasi menurut saya haruslah mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Baik mulai dari niat/keyakinannya sampai dengan hasil yang terbentuk dari motivasi tersebut. Sedangkan sesuatu yang bernilai negative menurut saya bukanlah motivasi sebab hal tersebut adalah “racun” bagi manusia itu sendiri.
Walaupun dalam kajian ilmiah salah satu bentuk dari motivasi adalah motivasi negatif yang di lakukan dengan hal-hal yang memberatkan 
Karena itu saya setuju dengan pendapat French & Rafen tentang motivasi yang dikutip oleh Stoner, Freeman & Gilbert (1995) dimana menurut mereka“Motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways” (motivasi adalah sekumpulan tekanan yang memaksa seseorang untuk bertindak). 
 dan bedanya saya? Saya tidak membagi keinginan saya sesuai kebutuhan maslow itu. Tapi menurut saya keinginan itu jauh lebih tinggi dari kebutuhan yang di katakan oleh maslow diatas. Sebab masih menurut saya keinginan itu adalah sebuah visi. Sesuatu tujuan yang “mendesak” untuk di penuhi dan jikalau tidak dia akan terus “ternayang-bayang”.Mungkin cara pandang kami (maslow dan saya) yang beda terhadap kebutuhan dan keinginan. Kenapa?karena kalau menurut saya keinginan itu melampaui yang namanya kebutuhan.

Jikalau di ukur secara akademis mungkin banyak yang tidak setuju dengan pendapat saya, karena tidak ilmiah dan hanya berlandaskan pengalaman.

Tentang luka, bohong dan cinta

Kali ini kita membahas mengenai luka dan bohong dan cinta. Luka biasanya dirasakan oleh seseorang jika dia merasakan kesakitan, pokoknya terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan bagi diri kita itulah luka. Dan bohong, sebagai terjemahan bebasnya adalah tidak jujur, tidak mengatakan yang sebenarnya, menyembunyikan sesuatu, atau simpelnya adalah lain di kata lain kenyataannya.
Yang menarik adalah ternyata luka dan bohong biasanya berjalan selaras dengan cinta. Yup, bahasan kali ini mencoba untuk mencari hubungan yang terjadi antara luka, bohong dan cinta. Apakah luka, bohong dan cinta itu adalah sebuah keniscayaan yang selalu “pasti” ada di setiap cinta?atau dia (luka dan bohong) itu hanyalah “anak haram” dari cinta? Dan apa pula akibat dari luka dan bohong itu bagi cinta.
Bahasan pertama adalah apakah luka dan bohong selalu ada bersama sejarah cinta? Saya rasa tidak, sebab awal dari cinta menurut saya adalah “ketersendirian dan keterpesonaan”. Kenapa? Karena bapak dari semua manusia (Adam) pada awalnya adalah sendiri dan akhirnya di ciptakanlah oleh Sang Maha Pencipta ibu dari manusia (hawa) yang menimbulkan keterpesonaan Adam saat pertama kali melihatnya yang akhirnya mengucapkan rasa terima kasih pada Sang Pencipta.
Jadi awalnya cinta itu sendiri, lalu kemudian setelah adam dan hawa “keluar” dari sorga maka sejarah cinta mulai di catat dengan tinta hitam. Apa sebab? Karena anak dari adam dan hawa melakukan pembunuhan karena cinta. Itulah kisah yang terjadi pada habil dan khabil. Cinta yang terjadi karena “luka” bahwa dia lebih berhak dari pada saudaranya. Hal ini terjadi karena dia merasa hatinya sudah tidak sanggup lagi untuk menanggung luka cinta tersebut.
Hati yang menanggung kepedihan. Begitulah akhirnya cinta di gambarkan sebagai bunga mawar berduri, bunga indah memikat dan semerbak yang menarik siapa saja, namun untuk mendapatkannnya harus dengan luka. Hingga adalah istilah “Love is like a flower, Holds a lot of ran” (cinta ibaratkan bunga, yang menyimpan banyak kedengkian) atau “Love is like a flame, it burns you when it’s hot” (cinta ibarat api, yang membakar diri).
Dan berdampingan dengan luka ternyata bohong juga menjadi “catatan” tersendiri dalam cinta. Ada yang bilang “cinta tak pernah berdusta” ada yang bilang “ku cinta caramu mempermainkan ku”. Hal ini berarti bohong bukanlah bagian dari cinta. Karena, cinta tak kan pernah berdusta, jika berdusta atau berbohong bukan cinta lah namanya, mungkin “suka, sayang, atau kata-kata indah lainnya”. Mungkin.
Bohong dalam cinta memang tidak ada, sebab ia akan cepat terasa seperti minum teh atau kopi yang kita tahu langsung apakan minuman itu terlalu manis atau tidaknya. Atau dalam bahasa kerennya adalah “I Can't Tell You What It Really Is, I Can Only Tell You What It Feels Like” (Aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya padamu, yang ku bisa hanya mengatakan bagaimana rasanya) dan akibat bohong bagi cinta? Mungkin lirik dari “I love the way you Lie” paling cocok untuk mengambarkannya “You Ever Love Somebody So Much, You Could Barely Breathe When You With 'em? You Meet, And Neither One Of You Even Know It Hit 'em, Got That Warm Fuzzy Feeling, Yeah, Them Chills, Used To Get 'em, Now You're Gettin' Fuckin' Sick Of Lookin' At 'em. You Swore You'd Never Hit 'em, Never Do Nothing To Hurt 'em, Now You're In Each Others Face Spewing Venom In Your Words When You Spit 'em, You Push, Pull Each Others Hair, Scratch, Claw, Bit 'em, Throw 'em Down, Pin 'em, So Lost In The Moments When You're In 'em”.
Dari pemaparan diatas dapat di katakan bahwa luka dan bohong menghasilkan sesuatu yang buruk pada cinta, namun entah kenapa pula banyak orang yang “merelakan” dirinya untuk terluka dan terbohongi demi cinta.

Girl You Don’t Know That You’r So “Beautiful”

Tulisan ini di buat waktu mendengarkan lagunya Akon “Beautiful” yang akhirnya mengispirasikan untuk membuat tulisan ini. Beautiful atau cantik dalam terjemahan bebasnya, biasanya adalah kata yang dilekatkan pada seseorang, biasanya di sandarkan pada perempuan, mungkin karena kata ini lebih bersifat feminis. Mungkin. Sebab belum pernah saya mendengar ada beautiful men, he he, tapi kalau “a beautiful mind” saya kenal betul.
Sebenarnya, kalau menurut pendapat saya sendiri yang bukan siapa-siapa ini, setiap perempuan mempunyai “kecantikan” tersendiri dalam dirinya. Kecantikan yang menurut istilah baratnya “inner beauty” atau mungkin dalam bahasa daerah kita adalah perempuan yang “tahu di alu jo patuik” yaitu seorang perempuan yang mampu menempatkan dirinya sesuai dengan keadaan yang ada di sekitarnya tanpa kehilangan jati dirinya sendiri.
Kenapa “kehilangan” jati diri ini menjadi penting bagi seorang “beautiful girl”? sebab jika seorang perempuan tersebut “mencelupkan” dirinya terlalu dalam pada lingkungan yang sebenarnya bukan di siapkan secara menyeluruh untuknya, maka dia akan merasa kehilangan dirinya, yang dalam bahasa keren, pada akhirnya dia akan merasa bahwa dia “teralienisasi’ dari lingkungannya sendiri.
Perasaan teralienisasi ini terjadi sebagai akibat interaksi sosial dia dengan masyarakatnya yang tentu saja berbeda arah pandangan atau paradigma dengan dirinya. Dengan begitu seorang perempuan yang teralienisasi tersebut secara perlahan akan tersingkir dari lingkungan sosialnya. Itulah semacam proses interaksi sosial yang mungkin sangat sering terjadi jika para pihak perempuan mencoba untuk menuntut “persamaan” hak dalam segala hal dengan kaum pria (catat “hak” bukan “kewajiban”, jadi “kewajiban” tetap menjadi milik abadi kaum pria).
Nah, hal diatas adalah masalah umum yang terjadi saat sekarang ini dan masih dalam proses perdebatan panjang, dan sebaiknya kita tidak pula harus ikut-ikutan dalam memperdebatkan hal itu. Sebab, menurut saya akan percuma.
Jadi sebenarnya banyak perempuan yang menurut saya kehilangan jati dirinya, atau menurut spekulasi saya, sekarang boleh dikatakan bahwa untuk daerah perkotaan hampir seluruh perempuan mengalami “alienisasi” terhadap dirinya sendiri. Mereka umumnya merasa asing dengan kodratnya sebagai seorang perempuan. Mereka merasa bahwa semenjak mereka dilahirkan sampai nanti meninggal mereka berada di “penjara”, dimana setiap gerak mereka akan di perhatikan dan di batasi oleh tembok-tembok dingin dan keras yang tak mungkin untuk mereka rubuhkan. Dan, setiap kali mereka berusaha untuk keluar dari kurungan itu selalu saja mereka di salahkan dan lagi-lagi mereka harus rela dengan terpaksa untuk mendekam di “penjara” tersebut.
Dan adalah di Indonesia ini seorang pahlawan bagi para perempuan. Yang suratnya tenar ke Manca Negara, suratnya yang terkenal itu adalah “habis gelap terbitlah terang” dan perempuan yang menjadi idola itu adalah R.A Kartini.
Kartini kalau tidak salah saya baca dalam surat-suratnya, bukanlah gambaran dari perempuan-perempuan yang teralienisasi dari dirinya sendiri dan dari lingkungannya. Apa sebab? Karena kartini tahu  siapa dirinya dan mau melakukan sesuatu untuk lingkungan sekitarnya, walau pada waktu itu pikirannya mungkin dianggap “tabu”.
Dan lagi, kesalahan banyak perempuan di negri ini seperti yang saya perhatikan di media massa baik elektronik maupun yang tidak dan berdasarkan observasi subjektif di lingkungan sendiri. Perempuan umumnya mempunyai masalah dengan penampilan “fisik” mereka. Sehingga mereka cendrung untuk mengikuti arah selera pasar. Maka tidak salah kalau para ahli psikolog dan marketing mengatakan bahwa perempuan umumnya mengambil keputusan dengan menggunakan “emosional” sedang pria kebalikannya. Bahkan para marketing menggunakan banyak kata “pujian” untuk mendapatkan “hati” konsumennya, tujuannya agar mereka tertarik secara emosi dan jikalau emosi sudah meraja anggab saja rasio sebagai babu, sebaik dan sebagus apapun yang disampaikannya tidak akan ada artinya bagi sang maha raja.
Penampilan fisik menjadi arah tujuan utama, padahal manusia menurut kata para ahli terdiri atas dua bagian yaitu fisik dan non fisik (jiwa). Bukannya saya tidak meyetujui pentingnya tampilan fisik, atau wajah yang menarik, bukan. Tapi, saya ingin menekankan bahwa para perempuan sekarang sering terjebak dengan jaring fisik, mulai dari benang-benang pedi cure, medi cure, rebonding, spa, salon, skin cleaning, dll. Dan lupa untuk membenahi rumah jiwanya sehingga hanya mempunyai pondasi yang rapuh dan hasil seadanya.  
Padahal kalau saja ada interaksi yang menyeluruh dari dimensi fisik dan non fisik ini tentusaja dengan kesadaran diri penuh dari perempuan itu sendiri maka alienisasi akan terdeterminasi dengan sendirinya, hapus bersama dentang waktu.
Dan jika hal itu terjadi mungkin para pria akan berkata “When I see you, I run out of words to say, I wouldn't leave you, Cause you're that type of girl to make me stay”. Akan ada daya “sihir” yang menarik para pria tersebut kepada perempuan yang “terinteraksi” tersebut dan sangat mungkin pada akhirnya para pria tersebut akan melakukan “pemujaan” tertentu seperti yang di nyanyikan James Blunt :
You’re beautiful
You’re beautiful
You’re beautiful  it’s true
There must be an angel with a smile on her face
when she thought up that I should be with you.
But it’s to time face the truth,
cause I'll never be with you    
Yup, untuk kata penutup, sudah seharusnya para perempuan sekarang untuk mulai menyadari bahwa mereka adalah sebuah pribadi menarik, walaupun tanpa balutan kosmetik, dan pakaian serta barang ber-merek. Seperti yang di katakan oleh Akon “  Girl I don't  wanna bother  you,'Cause you're independent  and you got my attention, Girl I just wanna show you, That I love what you are doing”.
Dan sebagai salam terakhir, mudah-mudahan nga’ ada yang marah, sebab tulisan ini Cuma timbunan “toxid” bacaan yang sudah ingin keluar dari kotak memori yang terbatas, jadi bahasannya agak idealis-imajinatif-funnies-dan sok-is..dan untuk kalian para perempuan yakinkan diri bahwa:
You're so beautiful
So damn beautiful
Said you're so beautiful
So damn beautiful
You're so beautiful
beautiful
beautiful
beautiful
You're so beautiful
beautiful
beautiful
beautiful
You're so beautiful
You're a symbol of what every beautiful woman should be