Entri Populer

Selasa, 19 Juli 2011

“Spiritual Leadership” : Pemimpin Spiritualitas bagi organisasi


“Spiritual Leadership”
: Pemimpin Spiritualitas bagi organisasi

Istilah spiritualitas sekarang tidaklah asing di dengar oleh kebanyakan orang, semenjak beredarnya buku “spiritual quotient” dari danah zohar dan ian marshal, istilah spiritual kemudian seakan menjamur dan di indonesia semenjak kehadiran program pelatihan ESQ (Emotional, Spiritual Quotient) diluncurkan istilah spiritual seperti bergaung kemana-mana.
Walaupun demikian masih banyak yang “menyamaratakan” pengertian antara spiritualitas dengan agama. Sedangkan berdasarkan Harmer (2005) di dalam jurnalnya yang berjudul “How is a spiritual life, the pinnacle of well-being, gained” membedakan dengan tegas antara “agama” dan “spiritualitas”. Dimana “spiritualitas” menurut Harmer lebih universal dari pada “agama”, bahkan para peneliti “barat” tersebut menambahkan perbedaan, dimana spiritualitas sama sekali tidak formal atau terorganisir dan terstruktur. sehingga dapat dikatakan bahwa spiritualitas “hadir” baik di dalam maupun di luar konteks agama.
Kehadiran spiritualitas yang berada di “dalam” maupun di “luar” agama tersebut tentu saja menyiratkan bahwa nilai-nilai spiritual dapat terimplementasi dari berbagai kegiatan kita sehari-hari karena nilai-nilai spiritual tersebut tidak hanya berada di dalam batasan-batasan “agama” dan dalam arti lain “spiritualitas” tidak hanya diperuntukkan bagi orang yang “menekuni” agama saja.
Oleh karena spiritualitas tidak hanya di peruntukkan bagi orang yang “menekuni” agama, maka penerapan spiritualitas tentu mencakup segala bidang yang di tekuni oleh manusia itu sendiri. Penerapan spiritualitas menuntut orang tersebut untuk mencari hubungan terhadap sesuatu yang lebih atau berada di luar kuasanya dalam mencari arti dan mencapaian tujuannya. Dalam hal ini kita akan mencoba untuk membahas penerapan nilai spiritualitas tersebut pada seorang pemimpin atau lebih dikenal dengan istilah “spiritual leadersip”.
Konsep “spiritual leadership” muncul sebagai kelanjutan dari teori “transformational leadership” yang bertujuan untuk membuat suatu organisasi tersebut menjadi lebih termotivasi dan menjadi sebuah organisasi pembelajar. Adapun yang dimaksud dengan  organisasi pembelajar ini adalah sebuah organisasi dimana tiap individu yang berada di dalam organisasi tersebut saling “berbagi” pengetahuan baik yang tampak maupun yang tak tampak, seperti rutinitas kerja, budaya dan “saling mengetahui” dalam proses sosial. Jadi tugas tersulit dari pemimpin transformasional adalah untuk menggambarkan visi (pandangan) terhadap hari esok yang di inginkan dan bagaimana cara menyampaikannya kepada bawahannya yang menyebabkan para bawahannya merasa percaya dan mempunyai keyakinan pada visi (pandangan) tersebut.
Jadi peranan pemimpin trasformasional tersebut sangatlah “luar bisa” sulit karena yang harus dia ubah adalah “manusianya” yang menyebabkan organisasi tersebut tidaklah hanya bergantung pada “satu” orang tertentu saja, melainkan dapat bergantung pada semua orang yang di terlibat aktif dalam perusahaan tersebut sebab para pemimpin transformasional ini menumbuhkan “pengetahuan” bagi semua orang yang tak lekang oleh waktu.
Sedang spiritual leadership di kembangkan dengan tujuan adanya peningkatan motivasi yang menggabungkan antara visi, harapan/kepercayaan, dan cinta pada sesama yang tidak hanya meningkatkan lingkungan psikologis yang memadai (psychological well being) dan kesehatan yang menyeluruh (positif human health) namun juga komitmen terhadap organisasi maupun terhadap produktivitas. Lebih lanjutnya spiritual leadership mencoba untuk menggali kebutuhan dasar dari pemimpin dan bawahannya untuk pemenuhan kebutuhan spiritual (spiritual survival) yang menyebabkan mereka menjadi lebih terorganisir, bertanggung-jawab dan produktif. Sehingga Louis W. Fry (2003) dalam jurnalnya yang berjudul “Toward a theory of spiritual leadership” mengartikan spiritual leadership sebagai kumpulan dari nilai-nilai, tingkah laku, dan kebiasaan yang merupakan bahan penting untuk memotivasi seseorang dan orang lain dari dalam dirinya sendiri. Maka dalam spiritual leadership “setiap”orang bertanggungjawab untuk memunculkan yang namanya “kepemimpinan yang menyeluruh” (holistic leadership).
Spiritual leadership sebagaimana yang di terangkan diatas mencoba untuk membangkitkan motivasi dari dalam diri seseorang dan bahkan untuk membangitkan motivasi bagi orang lain yang menyentuh empat ranah dasar dari manusia yaitu: tubuh (fisik), pikiran (pemikiran rasional), hati (emosi dan perasaan) serta jiwa. Walaupun dalam spiritual leadership, peranan semua orang sangat menentukan, dalam implementasinya tetap saja seorang pemimpin mempunyai peranan yang “lebih” dalam memunculkan spiritualitas tersebut.
Dalam spiritual leadership tersebut seorang pemimpin haruslah mempunyai visi yang menimbulkan rasa “keterpanggilan (calling)” sehingga kehidupan mereka (pemimpin dan yang di pimpin) menjadi lebih bemakna dan lebih beda. Pemimpin juga haruslah membentuk sebuah kultur organisasi yang berdasarkan pada cinta kepada sesama, dimana pemimpin dan yang dipimpin haruslah saling memperhatikan antar sesama sehingga akan menimbulkan rasa “kebersamaan (membership)”, saling pengertian dan saling menghargai. Tujuan dari peranan pemimpin spiritualitas ini adalah untuk meningkatkan yang namanya komitmen terhadap organisasi (organization commitment) serta peningkatan pada produktivitas dan peningkatan yang berkelanjutan (productivity and contunious improvement).
Dalam prakteknya dapat dikatakan bahwa seorang spiritual leadership adalah orang yang kita dipercayai disaat kita ingin mengungkapkan sesuatu, seseorang yang percaya pada kita, seorang pemandu yang memandu kita  saat butuh panduan, seseorang yang berada di samping  kita bila kita sedang dalam masalah, dan berada di samping kita jika dalam permasalahan. Sehingga spiritual leadership di ibaratkan sebagai sebuah “reaktor” yang nantinya akan menggabungkan empat unsur dasar pada diri manusia (tubuh, pikiran, hati dan jiwa) sehingga menyebabkan orang tersebut lebih bersemangat untuk menjadi yang terbaik, mempunyai komitmen yang tinggi, dan mempunyai pengalaman pribadi yang menyenangkan, damai dan tenang.









CURRICULUM VITAE

PERSONAL DETAILS

·         Name                     : Andika Habli, SE

·         Place of Birth        : Padang

·         Date of Birth         : July 12th, 1985

·         Current address     : Cangkeh, Komplek Kehakiman Blok: J No. 3, Padang. Zip

 portal: 25225

·         Phone Number       : 085274190918/ 0751-72137


  • Gender                   : Male
·         Merital Status        : Single
·         Nationality            : Indonesia
·         Height                   : 175 cm
·         Weight                  : 73 kg
  • Hobby                   :  Reading, Listening to Music and Active in Organization

·         Characteristic        : Responsible, hard working, cooperative and open minded personality, like to work with diversity and challenges, good communication skills and self-motivated for improvement


FORMAL EDUCATION

  • 2004-2008
Management Department (3.12 GPA/ 4.0 scales), Strategic Management Program of Economics faculty of Andalas University, Padang

  • 2000-2003
SMUN 4 Padang, West Sumatera (Senior high school)

  • 1997-2000
SLTP 11 Padang, West Sumatera (Junior high school)

  • 1991-1997
SD 30 Cangkeh, West Sumatera (Elementary school)

JOB EXPERIENCE

  • 2009-Sekarang

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Sijunjung


I certify that all information provided in these Curriculum Vitae is accurate to the best of my knowledge.
Sincerely,

ANDIKA HABLI, SE


Tidak ada komentar:

Posting Komentar