Entri Populer

Selasa, 19 Juli 2011

Antara Cinta dan manusia



Cinta adalah bagian yang tak terlepaskan bagi manusia, bahkan menjadi kajian sedari jamannya Nabi Adam karena ketertarikan Adam pada Hawa. Layaknya lirik lagu dewa bahwa “Hawa tercipta didunia untuk temani sang Adam.” Walaupun begitu cinta tertinggi atau puncak tertinggi dari tingkatan cinta menurut Muhammad Usman Najati adalah cinta kepada Allah. Dimana kecintaan seorang mukmin kepada Allah melebihi kecintaannya kepada apapun yang ada di dunia ini. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 165 yang artinya :  Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”
Namun permasalahannya sekarang kebanyakan dari kita terjebak pada tingkatan cinta sesama manusia (wanita/pria), selain kepada diri sendiri, harta, anak-anak, Rasul dan kepada Allah. Lalu bagaimana cara menyikapi cinta ini, bukannya “cinta itu berasal dari hati” kata Fahri kepada Maria dalam film Ayat-Ayat Cinta. Nah, jadi tidak mungkinkan menolak cinta yang berasal dari hati walaupun si hati ini kadang bolak-balik tidak tentu arah. Jadi bagaimana cara menyikapinya?
Banyak orang berkata dalam suatu tragedi cinta kalau cinta ditolak maka dukun bertindak. Itu tidak lebih dari pernyataan orang yang putus asa padahal kalau kita memang suka kepada lawan jenis tersebut dan ternyata ditolak, bukan berarti dukunlah yang harus bertindak karena keputusasaan dan keterpurukan kita karena bersedih tidak diajarkan dalam syariat dan tidak bermanfaat sama sekali. Karena itu diminta diri kita sendirilah yang seharusnya melakukan perubahan sebagaimana Firman Allah bahwa “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu bangsa sebelum bangsa tersebut mengubah nasib mereka sendiri” perubahan yang kita lakukan tentusaja mengarahkan cinta kita pada cinta kepada Allah yang merupakan titik tertinggi dari cinta yang bersifat baqa alias kekal. Namun tidak berarti kita juga mengabaikan cinta kita kepada sesama tersebut.
Nah bagaimana cara menanggulangi rasa sakit kita tersebut. Yang pertama jelas dengan mengalihkan cinta kita kepada Allah karena kita memiliki keyakinan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan dan bukankah dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang, kemudian yang kedua untuk menanggulanginya dan tetap menjaga tali silaturahmi kita harus tetap menebar salam karena salam bisa menambah rasa kasih sayang dan menjauhkan setan dan menurut Dr. Ali Hamadi salam adalah pintu lebar yang menungkinkan seseorang untuk masuk kedalam hati orang lain. Kemudian suka memberi hadiah sebagaimana Hadis NABI SAW “saling memberi hadiahlah kalian, sesungguhnya hadah itu bisa menghilangkan dendanm di hati” dan haruslah jujur karena jujur itu menyelamatkan. Yang erakhir adalah harus sadar diri dan tidak mencari kambing hitam sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang berarti “ Dan janganlahkamu mencari-cari kesalahan orang lain.”
Jikalau kita memang mau bercermin kepada pengalaman para pahlawan-pahlawan sebelum kita dalam menyikapi tragedi cinta mereka maka akan kita temui kebesaran-kebesaran mereka seperti kisah Muhammad Bin Daud Al-Zhahiri pendiri Mahzab Zhahiriah yang saat kawannya menjenguknya waktu menjelang wafatnya menceritakan isi hatinya pada kawannya tersebut tentang kesah kasihnya yang tak sampai. Dimana beliau mencintai seorang gadis tetangganya, tetapi entah bagaimana, cinta suci dan luhur itu tidak pernah tersambung menjadi kenyataan. Maka, curahan hatinya tumpah ruah dalam bait-bait puisi sebelum wafatnya.
Lainlagi dengan kisah Sayyid Quthb yang dua kali ia jatuh hati dan dua kali pula ia patah hati berdasarkan cerita Dr. Abdul Fattah al-Khalidi yang menulis tesis masternya tentang Sayyid Quthb. Yang pertama adalah gadis yang berasal dari sedanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah sayyid Quthb pergi ke Kairo untuk belajar. Sayyid menangisi peristiwa itu.
Gadis kedua adalah orang kairo, yang walaupun tidak termasuk cantik, namun ada gelombang unik dari bola matanya, kata Sayyid. Tragedinya terjadi pada saat tunangan. Sambil menangis, gadis itu menceritakanbahwa sayyid adalah orang kedua yang hadir dalam hatinya. Sayyid pun tenggelam dalam penderitaan yang panjang. Sayiid menyaksikan mimpnya hancur berkeping-keping sembari berkata “Apakah kehidupan tidak menyediakan gadis impianku, atau perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku?” setelah itu ia berlari mengejar takdirnya dengan sangkaan baik kepada Allah.
Lain lagi dengan kisah cinta Umar bin Abdul Aziz, yang berhasil dalam pemerintahannya selama dua tahun enam bulan membawa kembali nuansa kehidupan pada jaman kekhalifahan, hingga dijuluki khalifah yang kelima. Namun akibatnya kondisi fisiknya anjlok. Kemudian untuk penyemangat istrinya membawakannya sebuah kejutan seorang gadis yang sangat di cintai oleh umar untuk penyemangat umar padahal istrinya pernah tidak mengizinkannya menjadi istri Umar dengan alasan cinta dan cemburu. Namun pada saat itu cinta dan cita bertarung di dalam diri Umar. Cinta yang terbelah dan tersublimasi diantara kesadaran psiko-spritual yang berujung pada keagungan karena adanya cinta diatas cinta maka umar menikahkan gadis tersebut dengan pemuda lain. Dan tak ada cinta yang mati. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar gadis itu bertanya dengan sendu “ Umar, dulu kamu pernah sangat mencintaikau. Tapi, kemanakah cinta itu sekarang?” Umar kemudian menjawab dengan haru “ cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya jauh lebih dalam”.
Itulah tragedi cinta sesama manusia. Namun tidak ada cinta yang mati disana karena di atas cinta tersebut ada cinta yang lebih tinggi yaitu cinta kepada Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar